PENGALAMAN HILDA, BELAJAR DI OSAKA JEPANG

Hilda lulus SMA tahun 2013. Sambil kursus Bahasa Jepang di NBC di Bandung, Hilda mengurus pendaftaran sekolah ke Jepang melalui JIN, dan berangkat ke Jepang bulan April 2014. Hilda akan belajar Bahasa Jepang di J-Kokusai Gakuin selama 2 tahun. Setelah itu akan masuk universitas di Jepang. Di bawah ini petualangan Hilda di hari-hari pertama tinggal di Osaka, tersesat di stasiun dan di kota Osaka. Keberanian yang luar biasa dari pelajar wanita yang baru lulus SMA, dan ilustrasi tentang hospitality orang Jepang, menolong dan membantu mahasiswa asing yang tersesat. Keamanan dan keramahan orang Jepang, salah satu daya tarik belajar di Jepang.

************************
Hilda Osaka JIN 06Hilda Osaka JIN 00Terimakasih saya ucapkan dari lubuk hati yang terdalam kepada Oyama-san dari JIN yang telah memberikan informasi, tips-tips kehidupan dan kebudayaan di Jepang, masukan, serta dukungan penuh bagi saya yang kini bisa bersekolah di Osaka dengan lancar. Mungkin tulisan ini akan sedikit panjang, tapi mudah-mudahan bisa bermanfaat, khususnya bagi para pembaca sekalian. Baiklah, inilah kesan dan pesan serta pengalaman saya bersekolah di J Kokusai Gakuin, Osaka-Jepang. Pergi ke Jepang merupakan impianku semenjak kecil, dan aku merasa beruntung ketika mengetahui bahwa JIN bisa mewujudkan impianku pergi ke Jepang. Karena aku tidak tau satupun sekolah bahasa di jepang, JIN membantuku memilihkan sekolah yang tepat dan sesuai dengan kriteriaku, dan terpilihlah J-Kokusai Gakuin.

Hilda Osaka JIN 04Hilda Osaka JIN 03 Hilda Osaka JIN 07Hilda Osaka JIN 05Hilda Osaka JIN 10 Hilda Osaka JIN 08Hilda Osaka JIN 02 Hilda Osaka JIN 09 Hilda Osaka JIN 01Hilda Osaka JIN 11
Setelah melewati beragam proses, akhirnya aku bisa berangkat pada 1 April 2014. Karena keberangkatanku terlalu cepat dari yang dijadwalkan oleh sekolah, otomatis harus mempersiapkan peta Osaka, dan jadwal kereta. Aku berangkat dari Indonesia menggunakan pesawat Air Asia pada pukul 20.30 WIB dan transit di Kuala Lumpur pada pukul 23.30 (waktu kuala lumpur), dari Kuala Lumpur ke Osaka aku naik pesawat baru yang lebih besar dari sebelumnya. Perjalanan yang melelahkan membuatku tertidur pulas selama dipesawat, tanpa mengindahkan orang-orang dan pengumuman yang diberikan pramugari.

Tiba di Bandara Kansai pada hari Selasa, 2 April pada pukul 08.30 (waktu Osaka), masih dalam keadaan mengantuk, aku mengikuti orang-orang yang sempat terlihat dari pesawat tanpa tau arah tujuan, dan anehnya lagi, semua orang membawa 2 lembar kertas yang bertuliskan nama mereka masing-masing, hanya aku seorang tanpa 2 lembar kertas tersebut. Sesampainya dibagian kedatangan, semua orang memperhatikanku yang mulai panik karena ini pertama kalinya aku pergi seorang diri ke luar negeri. Dari belakang, seorang petugas bandara, menyodorkan 1 lembar kertas yang harus kuisi jika tiba di Jepang, saat itu aku tersadar, bahwa selama di pesawat aku tertidur, kertas itu berada di depan bangku tempatku duduk di dalam pesawat tadi. Dengan tergesa-gesa aku menuliskan perintah yang tertera di kertas tersebut. Selama mengantri di bandara, aku berjumpa dengan orang Indonesia lain yang akan belajar di Kyoto, selain itu, kami pun berkenalan dengan orang Kanada, yang juga akan belajar di Kyoto. Dari situlah kami bisa berteman dan akrab satu sama lain. Pada pukul 10.00 aku menelpon J-Kokusai Gakuin, dalam bahasa jepang yang terbata-bata aku berkata bahwa aku sudah sampai di Bandara, dan akan segera pergi ke sekolah sekarang juga. Karna arah tujuan kami berbeda, terpaksa aku dan teman baruku berpisah di Bandara, dan aku harus pergi ke sekolah seorang diri. Dari bandara, aku naik bis ke Stasiun Nanba, di Stasiun Nanba, aku bertemu dengan seorang Traveler asal Indonesia yang anehnya beliau tidak tau jalan dan arah tujuan. Mau tak mau beliau mengikutiku kemanapun aku pergi. Selain itu, luasnya Stasiun Bawah Tanah Nanba, membuatku semakin bingung ditambah lagi dengan banyaknya hilir mudik orang-orang Jepang yang benar-benar membuatku hampir menangis karena takut tak bisa menemukan jalan ke tempat tujuan. Berbekal peta yang diberi oleh resepsionis bandara, aku bertanya ke sana ke mari awalnya aku agak sedikit canggung, karena mungkin orang-orang jepang akan mengindahkanku, tapi ternyata dengan sopan dan senyum ramah mereka menunjukkan bahkan mengantarkanku sampai pemberhentian di stasiun tempat sekolahku berada.

Aku tiba di stasiun dekat sekolahku yang bernama Honmachi Stasiun pada pukul 14.30 siang, setibanya aku di sekolah para guru dan staff menyambutku dengan hangat dengan rasa kekhawatiran yang tergambar jelas di wajah mereka, karena aku tiba 2 jam lebih lama dari yang diperkirakan. Seorang sensei perempuan mempersilahkanku untuk beristirahat sejenak di ruang sebelah kantor administrasi, awalnya aku berfikir bahwa sensei di sekolah ini semuanya merupakan orang jepang asli, nyatanya banyak pula sensei dari luar Jepang, seperti; Vietnam, Korea Selatan, China, Taiwan, Thailand, dsb. Aku beruntung bisa berbicara langsung dengan sensei yang asli orang jepang. Abeki sensei namanya, dengan suara khas anime, menjelaskan dengan detail mengenai jadwal, peraturan, dan hal lain mengenai sekolah dan kehidupan di Osaka, selain itu ada pula sesi tanya jawab mengenai data pribadi yang belum terlengkapi. Setelah 15 menit menunggu, akhirnya seorang Sensei datang menghampiri, sambil membawa koperku yang luar biasa beratnya, dengan santai beliau tertawa lebar dan mengantarku hingga asrama sekolah yang letaknya cukup jauh dari sekolah. Naniwaku-Daikokucho, adalah asrama di mana aku tinggal kini. Tanimura sensei, begitulah beliau disapa, dengan gamblangnya beliau menjelaskan segala hal mulai dari cara pergi dari asrama ke sekolah, cara pergi ke supermarket terdekat, cara membeli sepeda, dan sebagainya, selain itu, beliau pun mengajariku cara menggunakan peralatan elektronik, yang memang jauh berbeda dengan di Indonesia, misalnya saja cara menggunakan mesin cuci, di Indonesia, aku biasa menggunakan mesin cuci yang memiliki alat pengering di samping kirinya, dan cara mengisi airnyapun aku harus menunggu sampai air di mesin cuci nya penuh, baru bisa kutinggalkan. Tapi di sini, masing-masing ada 7 mesin cuci, dengan alat pengering di bagian-bagian dalamnya, juga ada timer khusus yang langsung bisa kita tinggalkan kapan saja, setelah selesai mesin cucinya akan berbunyi dengan sendirinya. Entah memang aku yang udik, terkadang sampai sekarang aku masih bingung cara menggunakannya.

Teman sekamarku, seorang perempuan asal Mongolia, Marlaa namanya. Awalnya aku berfikir dia adalah orang jepang asli karena kulit dan cara berbicaranya mirip sekali dengan orang jepang. Sekarang, aku memanggilnya dengan sebutan Onee-chan yang berarti Kakak Perempuan, karena usianya di atas usiaku. Onee-chan, pulang cukup larut sekitar pukul 11.30 malam dikarenakan jam baito pada shift malam, cukup lama memang aku menunggu sendiri di asrama, Onee-chan mulai mengajakku berbicara seperti orang yang sudah cukup lama mengenalku, bahkan Onee-chan tau nama dan asal negaraku, aku agak terhenyak, tapi setelah mendengar penjelasan darinya, bahwa dia bisa tahu karrna pihak sekolah datang memberikan dataku padanya. Senang rasanya aku bisa langsung akrab dengannya, kami membagi-bagi tugas, dan saling bercerita satu sama lain, akupun bercerita mengenai keyakinan dan agamaku yang mewajibkanku menunaikan shalat 5 waktu, dan aku bersyukur Onee-chan bisa langsung mengerti. Hingga pukul 2 pagi aku tak mampu mengejapkan mataku. Subuh menjelang, aku terus menerus merapikan barang-barang dari dalam koper. Sehari penuh aku tertidur karena kelelahan, terbangun hanya dalam keadaan lapar dan ketika waktu shalat tiba saja, selanjutnya aku kembali tertidur dengan pulas.

Hari-hari berikutnya, aku mulai menjelajahi tempat-tempat di sekitarku, seperti mini market, taman, stasiun kereta, dan sebagainya. Cukup sulit memang menghafal jalan di Osaka, karena rata-rata semua bentuk dan warna bangunan di sini hampir mirip, juga banyaknya jalan-jalan kecil dan penyebrangan, membuatku sulit untuk bepergian meskipun peta selalu kubawa kemanapun. Hingga pernah suatu hari, aku bepergian seorang diri ke jalanan Osaka dari pukul 9 pagi, memperhatikan hiruk pikuknya kota, dan para penduduk yang sedang beraktifitas, tanpa sadar aku tersesat dan tak tau arah jalan pulang, saat itu aku belum memiliki ponsel dan sialnya aku lupa membawa alamat asramaku, aku sendiri lupa di mana tempatku tinggal karena saat itu merupakan hari ketiga aku tinggal di Osaka, di depanku ada sebuah toko sepeda murah, di situ aku langsung membeli sepeda karena saat itu aku memang hendak membeli sepeda. Setelah kudapatkan sepeda yang bagus dan murah, kukayuh sepeda baruku, yang kunamai NANA. Kutapaki jalanan yang semula kulewati, dan tanpa sadar, waktu sudah menunjukan pukul 4 lebih. Tak terasa sudah 6 jam lebih aku mengayuh sepedaku tanpa tau arah, sendirian!!! Tiba di sebuah perempatan kecil, kuberanikan diri untuk bertanya pada seseorang di mana Nanba berada, karena tempatku tinggal memang dekat dari Nanba. Wanita paruh baya itu berkata bahwa Nanba amat sangat jauh jika ditempuh dengan sepeda, menghabiskan waktu selama 5 jam lebih. Dan ternyata tempatku kini berada adalah jalan menuju ke Sakai, sebuah kota di wilayah bawah Osaka. Wanita paruh baya tersebut mengantarkanku hingga ke Pos Polisi terdekat, tiba di pos polisi 2 orang polisi dengan seragam lengkap menatapku dengan heran karena aku tak bisa mengingat alamat tempatku tinggal. Untungnya, aku ingat nama sekolahku, dengan spontan 2 orang polisi tersebut menelpon sekolah dan menanyakan alamatku, karena perjalanan cukup jauh, salah seorang polisi mengantarku dengan sepeda, hingga tiba di Asrama. Itu merupakan kali pertama aku diantar pulang oleh seorang polisi jepang, hehehhe.

Setelah 2 minggu aku tinggal di Osaka, aku baru bisa menghafal jalan dengan baik, bahkan sekarang lebih tau beberapa jalanan kecil, meskipun terkadang masih bisa tersesat. Tanggal 7 April, aku dan pelajar lainnya wajib mengikuti placement test untuk menguji kemampuan dan menentukan kelas yang akan dimasuki. Masing-masing diberi waktu 1 jam 30 menit untuk mengisi lembar ujian yang tersedia, berlembar-lembar soal aku kerjakan dengan sungguh-sungguh, begitupun dengan para pelajar lainnya. Setelah mengisi soal, kami semua menunggu proses pemeriksaan, kemudian, hasil test tersebut dibawa keruangan lain, dan sesi berikutnya adalah penetapan kelas. Aku kaget ketika namaku terpampang di kelas Chuukyuu 2 (Menengah 2, atau setara level 3-2 JLPT), karena aku merasa kemampuan bahasaku masih kurang. Namun, aku yakin mungkin ini kesempatan yang baik untukku agar bisa lebih terpacu dalam belajar. Setelah kelas ditetapkan, para sensei mengadakan “Pesta Selamat Datang” untuk para siswa baru supaya bisa berteman dan akrab satu sama lain. Awalnya aku berfikir akan sukar bagiku untuk bisa mendapatkan teman baru, namun nyatanya, banyak pula yang mengajakku mengobrol, sharing, bertukar pikiran dan sebagainya, mungkin karena aku siswi satu-satunya yang memakai kerudung, yang menjadikan semua orang merasa penasaran terhadapku. Aku berteman dengan orang Sri Lanka, Mongolia, Swedia, Korea Selatan, Cina, Taiwan, Thailand, Australia, Kanada, Vietnam dan negara-negara lainnya.

Oia, hampir semua teman di sekolahku kupanggil dengan sebutan Onee-san (kakak perempuan) dan Onii-san (kakak laki-laki) karena ternyata semua teman-temanku memiliki usia yang jauh dariku, bahkan mungkin aku orang yang paling muda di sekolah. Karena usiaku yang masih tergolong anak SMA, agak sedikit sulit bagiku mengurus berbagai keperluan di jepang jika tanpa wali atau orang-orang yang dekat denganku. Contohnya; ketika membeli HP, peraturan di Jepang, bisa membeli HP sendiri ketika usia mencapai 20 tahun, karena usiaku belum mencapai 20, otomatis aku harus mencari seseorang yang bisa membantuku mengurus keperluanku, dan aku tak memiliki kenalan dekat orang jepang yang tinggal dekat denganku. Untunglah ada seorang teman dari Korea yang bersedia menjadi kakak angkatku dan membantuku mengurus keperluan lainnya, dari situ akhirnya aku bisa membeli HP. Mungkin agak sedikit repot juga, tapi begitulah memang peraturannya.

Sebelum sekolah dimulai, aku dan teman-teman baruku mengunjungi berbagai tempat di Osaka, yang kebetulan saat itu Sakura sedang mekar-mekarnya sangat indah sekali ^_^. Kami mengunjungi Osaka castle, Nanba, Korea Town, Kebun Binatang Tennouji, Shin Sekai, Abenoharukasu (menara tertinggi di Osaka), Kuil Tennouji dan tempat-tempat lainnya. Mulai belajar pada Tanggal 11 April, materi yang diajarkan semuanya berawal dari tengah buku, karena kami masuk pada bulan april. Mungkin karena aku belum terbiasa dengan suasana pembelajarannya, cukup sulit bagiku mencerna apa yang diajarkan oleh sensei. Tapi, hari demi hari aku mulai terbiasa dan apa yang diajarkan jadi lebih mudah kufahami. Mungkin sebagian besar orang akan berfikir bahwa tinggal di jepang itu serba mahal dan sulit. Tapi nyatanya tak semuanya mahal dan tak semuanya sulit loh, di Osaka, ada banyak supermarket yang menjual barang-barang dengan harga yang murah dan kualitasnya baik, diantaranya;

1. Tamade(玉出)
Jika kalian ingin menghemat biaya makan, kalian bisa memasak sendiri, dan membeli bahan-bahan makanan kalian di Tamade, selain bahan-bahan makanan ada juga produk kecantikan juga lho.
2. 100円ショップ (toko 100 yen) disitu serba 100 yen (klo dirupiahkan sekitar 9.000-10.000)
Di supermarket ini kalian bisa membeli perlengkapan mulai dari perlengkapan mandi, ATK, peralatan dapur, peralatan sehari-hari, bantal, pakaian, dsb.

Dan masih banyak lagi toko-toko murah lain yang bisa kalian kunjungi jika sudah tiba di Osaka nanti. Selain itu, kalian juga bisa langsung melakukan kerja paruh waktu (Baito) jika kalian merasa mampu berkomunikasi, dan butuh tambahan biaya kehidupan, pihak sekolah akan membantu kalian memilihkannya. Osaka merupakan kota kulinernya jepang, banyak seklai makanan yang bisa kalian nikmati disini, yang paling terkenal di Osaka itu Okonomiyaki dan Takoyakinya, selain itu juga ada Taiyaki, Yakisoba, Udon, Tendon, Katsudon, Ramen, Oyadon, ikayaki, Mochi, Tempura, Gyudon, Natto, Kare, dorayaki, Sukiyaki, dan pastinya banyak sekali sushi dan makanan lain khas kansai. Dijamin kalau kalian bisa gendut, karena makanan-makanan tersebut. Bagi yang muslim, jangan takut, disini pula banyak makanan halal. Ditambah lagi, musim dijepang itu hampir sama seperti di Indonesia, bedanya cuaca dinginnya lebih dingin daripada di Indonesia. Saat cuaca panas pun, menurut saya pribadi sih, tidak terlalu begitu panas, tapi berhati-hatilah dengan mata kalian, berbeda dengan Indonesia dengan intensitas cahaya matahari yang kurang begitu menyorot, intensitas cahaya matahari disini sangat silau, mungkin karena disini tidak begitu banyak pepohonan, sehingga bisa membuat mata kalian bengkak bahkan mungkin bisa merusak mata.

Berikutnya mengenai orang-orang Osaka, berbeda dengan Tokyo yang super sibuk sehingga rata-rata cukup dingin terhadap orang asing, orang-orang Osaka ramah, supel dan baik. Tak memandang siapapun, jika kalian bertanya atau meminta tolong, dengan segera mereka pasti akan membantu dengan tulus. Mungkin akan mudah pula jika kalian ingin berteman dengan orang-orang Osaka. Pernah pula aku mendapat pengalaman, ketika kunci sepedaku hilang di stasiun, aku meminta tolong pada seorang pria paruh baya yang melintas supaya sepedaku bisa berfungsi meski tanpa kunci, dengan sigapnya si bapak tersebut menunjukan arah bengkel sepeda kepadaku sambil tersenyum ramah. Pengalaman berikutnya, ketika aku tersesat disaat hujan yang lebat dan hari mulai gelap, karena kebingungan aku hanya bisa menatap peta lekat-lekat tanpa tau arah jalan pulang, ketika itu aku belum memiliki HP, disaat itu seorang wanita dengan seekor anjingnya menatapku lalu menyuruhku masuk ke rumahnya, aku menolaknya dengan lembut, dan sebagai gantinya aku menanyakan arah pulang dengan ramahnya wanita tersebut membuatkanku peta diatas sebuah kertas, dan memberikanku payung secara cuma-cuma, terharu rasanya kala itu.

Masih banyak pula pengalaman lain yang tak mungkin semua bisa dituliskan secara rinci. Tinggal dijepang tentunya harus terus menerus menggunakan bahasa jepang, mungkin bagi orang yang memiliki kepercayaan diri bisa dengan mudahnya mengungkapkan perasaan dan keinginan kepada orang lain dalam bahasa jepang, biasanya akan lebih banyak memiliki relasi/teman juga baito, dan mudah dalam mencapai sesuatu, namun sebaliknya orang yang kurang memiliki kepercayaan diri dalam berbicara, akan sulit untuk beradaptasi dengan orang baru, dan mengungkapkan apa yang ingin diutarakan. Biasanya akan sulit untuk bergabung dengan suatu komunitas, dan akan sulit pula mengasah kemampuan dalam berbicara bahasa jepang. Mungkin awalnya tak terbiasa atau terkadang stress karena lupa atau tak faham apa yang orang lain katakan dalam bahasa jepang. Namun, jika kita memiliki kepercayaan diri dan keingintahuan yang kuat, biasanya hal-hal seperti stress dan tak faham tersebut akan menjadi nyaman dan faham. Selain itu, bisa mendapat tambahan kosakata. Akupun, sebisa mungkin dan mau tak mau setiap hari menggunakan bahasa jepang, bahkan saat tidurpun, didalam mimpi menggunakan bahasa jepang. Karna di Osaka jarang sekali orang Indonesia yang bisa ditemui, maka dari itu akan membuat kemampuan berbahasa kalian semakin baik. ^_^.

Tinggal di negara lain memang tak semudah tinggal di negara sendiri, akupun merasa demikian. Tapi, dari sini aku bisa temukan pengalaman baru yang tak bisa kujumpai di negaraku. Mungkin sekian, pengalaman dan kesan pesan yang bisa saya tulis. Kurang dan lebihnya saya mohon maaf. Sekali lagi saya ucapkan terimakasih kepada JIN atas informasi, serta dukungannya. Buat kalian yang berminat sekolah ke sini, aku tunggu kalian di Osaka-Jepang. ^_^

************************
Hubungi JIN di info@jin.co.id, Tel/WA 022-20451463/0812-1477-937, LINE jin_office atau follow instagram kami japan.indonesia.network